http://baltyra.com/2010/05/08/april-yang-semarak-di-ruteng/ |
Ruteng
itu nama sebuah kabupaten di wilayah manggarai, Nusa Tenggara Timur. Suhunya
dingin sekali mungkin lebih dingin dari Bandung karena letaknya kira-kira 2 km di atas permukaan laut. Kalo
bicara soal Ruteng selalu teringat sama kondisi datarannya yang sama sekali
nggak rata. Hampir gak ada orang yang punya sepeda dayung (jawa: pancal) karena
kontur jalan yang naik turun lembah dan bukit. Mungkin sulit dibayangkan karena
di Jawa daerahnya semuanya hampir rata jadi mudah buat becak ataupun yang
bersepeda nggak setengah mati mancal beda kayak di Ruteng. Tapi jalannya sudah
beraspal sudah lebih baik daripada 10 tahun lalu waktu aku meninggalkan kota
Ruteng. Sudah banyak supermarket dan ada warnet juga walaupun koneksinya
lumayan lambat dan harga perjamnya mencapai Rp.5000,-.
Lapangan Motang Rua http://adryan220186.wordpress.com/2008/06/10/ |
Kota
Ruteng itu indah tapi sepi di malam hari karena nggak banyak orang beraktivitas
malam. Suhu malamnya yang benar-benar dingin dan pengalaman kerusuhan tahun
2000 membuat orang pendatang trauma akibatnya toko-toko paling lambat tutup jam
7 malam (NB: kebanyakan toko-toko dimiliki orang pendatang). Benar-benar
lengang di malam hari. Tapi tetep aja kota Ruteng itu menawan. Konturnya yang
tidak rata membuat kita mudah melihat lembah dengan sawah-sawah hijau. Kalau
sudah malam sawah-sawah itu tampak gelap
namun karena ada perumahan penduduk jadi terlihat lampu-lampu yang bersinar di
tengah-tengah kegelapan sawah. Aku nggak bias menceritakan secara detail. But
it’s very amazing. Bisa dibilang itu memang bukan bintang di langit tapi sepertinya
itu bintang di sawah.
Penduduknya
tidak sepadat di Jawa. Rumah masih sangat jarang. Tapi Ruteng itu masih lumayan
padat daripada kota-kota yang jauh lebih di pelosok. Mungkin karena Ruteng
adalah kabupaten ia menjadi pusat segala bidang seperti pusat pemerintahan,
pendidikan, listrik, informasi, dan lain-lain. Pemerintahannya cukup bagus. Aku
menilai dari kantor bupati yang bagus hehe. Just Keeding J.
Tapi pendidikannya lumayan mengenaskan, dimana provinsi NTT merupakan pemilik
gelar ketidaklulusan tertinggi se Indonesia dan di Ruteng hampir tiap tahunnya
hanya 50% siswa yang lulus. Pendidikannya terbelakang sekali sampai-sampai anak
SMP gak tau komputer menghidupkan dan menjalankan komputer bagaimana.
Sekolahpun tidak menyediakan fasilitas itu. Bagaimana SManya? Sebelas duabelas.
Listrik di Ruteng masih alhamdulillah aku pikir sudah merata karena rumahku
yang 2 km dari kota pusat ini masih dapat listrik. Naasnya di daerah dekat
bandara (Ruteng ada bandara juga lho J) sebagian belum
kebagian listrik. Aku pernah jalan-jalan kesana ternyata benar mereka cuma
mengandalkan ublik. Anak sekolah yang tinggal di sana belajar di siang hari
kalau sudah malam susah membaca karena penerangan tidak maksimal.
Rumah Adat Manggarai http://irwanirawan.wordpress.com/2011/11/16/yang-khas-dari-ruteng/ |
Kebudayaan
di sini masih sangat kental. Adat-adat masih tetap dijalankan. Kota ruteng
dengan mayoritas penduduk beragama katolik ini juga benar-benar ramah. Ketika
10 tahun baru pulang lagi ke kota ini aku sudah disambut senyuman, pelukan
kekeluargaan, padahal aku bukan keluarga mereka. Mereka suka bilang aku Molas
(indonesianya cantik hehe). Itu karena kulitku putih. Sebagian besar penduduk
asli memang berkulit hitam tapi jangan dibayangkan kulit mereka sehitam orang
negro. Mereka hanya setengahnya saja. Tapi bukan berarti gak ada penduduk asli
berkulit putih. Aku juga heran dan nggak pernah membayangkan penduduk asli
berkulit putih tapi itu benar. Bahkan mereka itu tampan dan cantik-cantik J.
Tapi hanya sedikit mayoritas berkulit hitam. Yang berkulit hitam bisa dibilang
hitam manis. Anggapan bahwa mereka jelek sebenarnya itu salah. Tapi memang
tidak ada yang bilang begitu. Semoga saja.
Adat
yang paling aku ingat sampai sekarang yaitu Belis. Istilah mahar bagi orang
Manggarai. Seorang pria yang ingin melamar wanita yang dicintainya harus
menyiapkan Belis minimal 20 juta. Karena mahalnya belis kadang-kadang sang pria
gak mampu menikahi sang gadis. Tapi anehnya mereka sudah boleh tinggal serumah
sampai si pria mampu membayar Belis untuk pernikahan mereka. Saat aku di sana
bahkan ada yang belum menikah padahal padahal sudah hidup serumah dan punya dua
anak. Anehnya lagi sang istri tidak takut ditinggal sang suami untuk wanita
lain. Ternyata jawabannya simple saja, adat sudah mengikat mereka. Ikatan
kekeluargaan yang begitu erat atau bisa dibilang rasa solidaritas penduduk memang
sangat tinggi. Loyalitas mereka juga patut diacungi jempol. Tapi karena sifat
solid dan loyal ini juga mereka kadang bisa bertengkar dengan kampung sebelah
hanya karena masalah sepele. Karena terlalu membela satu warga kampung yang
bermasalah, mereka rela menyerang kampung sebelah hingga bertaruh nyawa. Inilah
tantangan hidup di kota Ruteng. Penduduknya masih bersifat Primitif atau karena
mereka sudah agak modern bisa dibilang semi-primitif.
Masih
banyak tentang kota Ruteng. Aku sampai bingung mau cerita apa lagi hehe J.
Btw, kalo penjelasannya kurang lengkap silahkan tanya aja.