Jumat, 01 Juni 2012

RUTENG: My Born City



http://baltyra.com/2010/05/08/april-yang-semarak-di-ruteng/
            Ruteng itu nama sebuah kabupaten di wilayah manggarai, Nusa Tenggara Timur. Suhunya dingin sekali mungkin lebih dingin dari Bandung karena letaknya  kira-kira 2 km di atas permukaan laut. Kalo bicara soal Ruteng selalu teringat sama kondisi datarannya yang sama sekali nggak rata. Hampir gak ada orang yang punya sepeda dayung (jawa: pancal) karena kontur jalan yang naik turun lembah dan bukit. Mungkin sulit dibayangkan karena di Jawa daerahnya semuanya hampir rata jadi mudah buat becak ataupun yang bersepeda nggak setengah mati mancal beda kayak di Ruteng. Tapi jalannya sudah beraspal sudah lebih baik daripada 10 tahun lalu waktu aku meninggalkan kota Ruteng. Sudah banyak supermarket dan ada warnet juga walaupun koneksinya lumayan lambat dan harga perjamnya mencapai Rp.5000,-.


Lapangan Motang Rua
http://adryan220186.wordpress.com/2008/06/10/
            Kota Ruteng itu indah tapi sepi di malam hari karena nggak banyak orang beraktivitas malam. Suhu malamnya yang benar-benar dingin dan pengalaman kerusuhan tahun 2000 membuat orang pendatang trauma akibatnya toko-toko paling lambat tutup jam 7 malam (NB: kebanyakan toko-toko dimiliki orang pendatang). Benar-benar lengang di malam hari. Tapi tetep aja kota Ruteng itu menawan. Konturnya yang tidak rata membuat kita mudah melihat lembah dengan sawah-sawah hijau. Kalau sudah malam  sawah-sawah itu tampak gelap namun karena ada perumahan penduduk jadi terlihat lampu-lampu yang bersinar di tengah-tengah kegelapan sawah. Aku nggak bias menceritakan secara detail. But it’s very amazing. Bisa dibilang itu memang bukan bintang di langit tapi sepertinya itu bintang di sawah.

            Penduduknya tidak sepadat di Jawa. Rumah masih sangat jarang. Tapi Ruteng itu masih lumayan padat daripada kota-kota yang jauh lebih di pelosok. Mungkin karena Ruteng adalah kabupaten ia menjadi pusat segala bidang seperti pusat pemerintahan, pendidikan, listrik, informasi, dan lain-lain. Pemerintahannya cukup bagus. Aku menilai dari kantor bupati yang bagus hehe. Just Keeding J. Tapi pendidikannya lumayan mengenaskan, dimana provinsi NTT merupakan pemilik gelar ketidaklulusan tertinggi se Indonesia dan di Ruteng hampir tiap tahunnya hanya 50% siswa yang lulus. Pendidikannya terbelakang sekali sampai-sampai anak SMP gak tau komputer menghidupkan dan menjalankan komputer bagaimana. Sekolahpun tidak menyediakan fasilitas itu. Bagaimana SManya? Sebelas duabelas. Listrik di Ruteng masih alhamdulillah aku pikir sudah merata karena rumahku yang 2 km dari kota pusat ini masih dapat listrik. Naasnya di daerah dekat bandara (Ruteng ada bandara juga lho J) sebagian belum kebagian listrik. Aku pernah jalan-jalan kesana ternyata benar mereka cuma mengandalkan ublik. Anak sekolah yang tinggal di sana belajar di siang hari kalau sudah malam susah membaca karena penerangan tidak maksimal.

Rumah Adat Manggarai
http://irwanirawan.wordpress.com/2011/11/16/yang-khas-dari-ruteng/
            Kebudayaan di sini masih sangat kental. Adat-adat masih tetap dijalankan. Kota ruteng dengan mayoritas penduduk beragama katolik ini juga benar-benar ramah. Ketika 10 tahun baru pulang lagi ke kota ini aku sudah disambut senyuman, pelukan kekeluargaan, padahal aku bukan keluarga mereka. Mereka suka bilang aku Molas (indonesianya cantik hehe). Itu karena kulitku putih. Sebagian besar penduduk asli memang berkulit hitam tapi jangan dibayangkan kulit mereka sehitam orang negro. Mereka hanya setengahnya saja. Tapi bukan berarti gak ada penduduk asli berkulit putih. Aku juga heran dan nggak pernah membayangkan penduduk asli berkulit putih tapi itu benar. Bahkan mereka itu tampan dan cantik-cantik J. Tapi hanya sedikit mayoritas berkulit hitam. Yang berkulit hitam bisa dibilang hitam manis. Anggapan bahwa mereka jelek sebenarnya itu salah. Tapi memang tidak ada yang bilang begitu. Semoga saja.

            Adat yang paling aku ingat sampai sekarang yaitu Belis. Istilah mahar bagi orang Manggarai. Seorang pria yang ingin melamar wanita yang dicintainya harus menyiapkan Belis minimal 20 juta. Karena mahalnya belis kadang-kadang sang pria gak mampu menikahi sang gadis. Tapi anehnya mereka sudah boleh tinggal serumah sampai si pria mampu membayar Belis untuk pernikahan mereka. Saat aku di sana bahkan ada yang belum menikah padahal padahal sudah hidup serumah dan punya dua anak. Anehnya lagi sang istri tidak takut ditinggal sang suami untuk wanita lain. Ternyata jawabannya simple saja, adat sudah mengikat mereka. Ikatan kekeluargaan yang begitu erat atau bisa dibilang rasa solidaritas penduduk memang sangat tinggi. Loyalitas mereka juga patut diacungi jempol. Tapi karena sifat solid dan loyal ini juga mereka kadang bisa bertengkar dengan kampung sebelah hanya karena masalah sepele. Karena terlalu membela satu warga kampung yang bermasalah, mereka rela menyerang kampung sebelah hingga bertaruh nyawa. Inilah tantangan hidup di kota Ruteng. Penduduknya masih bersifat Primitif atau karena mereka sudah agak modern bisa dibilang semi-primitif.

            Masih banyak tentang kota Ruteng. Aku sampai bingung mau cerita apa lagi hehe J. Btw, kalo penjelasannya kurang lengkap silahkan tanya aja.